viralizou.site – Tren COVID-19 Naik di Indonesia jadi sorotan setelah positivity rate melonjak ke 8% pada akhir Mei 2025, meski kasus tetap rendah di bawah 1% dari total pemeriksaan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) laporkan varian MB.1.1 dan KP.2.18, turunan Omicron, dominasi penyebaran dengan gejala ringan mirip flu. Belum ada laporan varian Nimbus (NB.1.8.1) atau XEC yang merebak di Thailand dan Singapura. Untuk itu, artikel ini ulas Tren COVID-19 Naik, data kasus, varian, gejala, pencegahan, dan imbauan Kemenkes, berdasarkan sumber dari Tirto.id, Kompas.com, Detik.com, dan Kemenkes.
Data Tren COVID-19 Naik di Indonesia
Pertama-tama, Kemenkes catat 75 kasus positif dari 2.352 spesimen pada minggu ke-23 2025, naik dari 28 kasus minggu ke-19. Selain itu, positivity rate tertinggi 3,62% di Banten, Jakarta, dan Jawa Timur. Dengan demikian, Tren COVID-19 Naik tetap terkendali, tapi surveilans ditingkatkan di 39 puskesmas dan 35 rumah sakit. Oleh karena itu, Tren COVID-19 Naik picu kewaspadaan tanpa kepanikan. Data Sentinel Kemenkes tunjukkan hospitalisasi rendah, hanya 0,5% dari total kasus.
Varian MB.1.1 dan KP.2.18: Penyebab Tren COVID-19 Naik
Selanjutnya, varian MB.1.1 dan KP.2.18, turunan JN.1 (Omicron), dominasi kasus. Selain itu, MB.1.1 punya gejala demam, batuk, pusing, dan nyeri sendi, sembuh dalam 5-7 hari. Untuk itu, KP.2.18 lebih cepat menular tapi kurang parah. Dengan begitu, Tren COVID-19 Naik karena varian ini, tapi tidak ada Nimbus atau XEC seperti di Thailand (7 kali lebih cepat dari flu). Menurut pakar virologi UI, mutasi ini lemah, tapi mobilitas tinggi picu penyebaran.
Gejala Varian Baru dan Bedanya dengan Flu
Lebih lanjut, gejala MB.1.1 dan KP.2.18 mirip flu: batuk, sakit tenggorokan, demam, mual, dan lelah. Selain itu, beberapa pasien lapor anosmia ringan. Dengan demikian, beda dari Delta yang sebabkan sesak napas berat. Untuk itu, Kemenkes sarankan tes antigen/PCR jika batuk terus-menerus. Oleh sebab itu, Tren COVID-19 Naik perlu deteksi dini untuk cegah penularan di keramaian.
Imbauan Kemenkes: Tes, Masker, dan Booster
Kemudian, Kemenkes terbitkan Surat Edaran No. HK.02.01/MENKES/2025/2025 tentang kewaspadaan COVID-19. Selain itu, Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi, imbau CTPS (cuci tangan pakai sabun), masker saat sakit, dan tes jika gejala muncul. Untuk itu, vaksin booster ke-4 tingkatkan imunitas, terutama lansia. Dengan demikian, Tren COVID-19 Naik terkendali dengan perilaku hidup bersih sehat (PHBS). Kemenkes juga pantau bandara untuk cegah impor varian baru.
Pencegahan dan Pengobatan di Rumah
Di sisi lain, pencegahan kunci hadapi Tren COVID-19 Naik. Selain itu, minum air 2-3 liter/hari, istirahat cukup, dan konsumsi vitamin C/D percepat pemulihan. Untuk itu, paracetamol atau obat flu ringan redakan gejala. Dengan demikian, isolasi mandiri 5 hari jika positif, pakai masker di rumah. Menurut dokter paru RSCM, ventilasi baik kurangi risiko penularan. Hindari kontak erat dengan kelompok rentan seperti lansia.
Perbandingan dengan Lonjakan Regional
Kemudian, Thailand dan Singapura alami lonjakan Nimbus dengan positivity rate 15%. Selain itu, varian XEC di Australia catat 10% kenaikan kasus. Untuk itu, Indonesia lebih stabil karena vaksinasi capai 80% populasi. Dengan demikian, Tren COVID-19 Naik tak se ekstrem tetangga, tapi kewaspadaan tetap diperlukan. Postingan X sebut masker kembali tren di Jakarta, tunjukkan kesadaran masyarakat.
Prospek dan Tantangan ke Depan
Terakhir, Kemenkes rencanakan tambah 10 pusat surveilans di Pulau Jawa. Selain itu, kolaborasi dengan WHO pantau mutasi baru. Untuk itu, anggaran Rp 500 miliar dialokasikan untuk vaksin dan tes 2026. Dengan demikian, Tren COVID-19 Naik bisa ditekan dengan deteksi cepat. Tantangan utama: kepatuhan masyarakat terhadap masker dan booster.
Kesimpulan
Tren COVID-19 Naik di Indonesia capai 8% dengan varian MB.1.1 dan KP.2.18, tapi gejala ringan dan terkendali. Oleh karena itu, Kemenkes imbau tes, masker, dan booster. Dengan demikian, pantau perkembangan varian baru via Kemenkes atau WHO. Tetap waspada lawan Tren COVID-19 Naik dengan PHBS!
